Technology

LENTERA KEGELAPAN: Mengenal Pendidik Sejati Manusia

INIMAHSANTRI - Apabila gunung yang paling terbesar di dunia ini dijadikan emas berlian, tiada mampu untuk membalas jasa-jasa beliau. Bagaikan Setetes embun terhampas oleh angin. Semoga buku ini akan menambah kekuatan iman dan islam kita, cinta kita kepadanya dan diberi kekuatan oleh Allah bisa mengikuti sunnah-sunnahnya.


Buku ini merupakan Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad SAW, bagaimana kita lebih dalam Mengenal Pendidik Sejati Manusia

Berikut kelebihan buku Lentera Kegelapan menurut Maulana Al Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya:

"Apabila gunung yang paling terbesar di dunia ini dijadikan emas berlian, tiada mampu untuk membalas jasa-jasa beliau. Bagaikan Setetes embun terhampas oleh angin. Semoga buku ini akan menambah kekuatan iman dan islam kita, cinta kita kepadanya dan diberi kekuatan oleh Allah bisa mengikuti sunnah-sunnahnya."

Sementara menurut KH. A. Idris Marzuqi:

"Buku ini dapat menjadi salah satu sumber rujukan dalam memahami figur Baginda Nabi Muhammad Saw., dan bagaimana beliau mengajarkan pada umatnya, dalam menjalani kehidupan keluarga, bermasyarakat dan bernagara dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan syariat Allah Swt."

Buku  Lentera Kegelapan disusun oleh Tim FKI Sejarah ATSAR

Penyusun : Tim FKI Sejarah ATSAR
Halaman : xxii+660
Ukuran : 16x24 cm
Harga : Rp 135.000,-
SMS / WA : 085740128136 / 085740283293
Alamat : Pondok Pesantren Al Inshof
Jl. Pondok Pesantren No. 1, Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah
Pengiriman Dari : Solo

Tinta Santri: Ini Cara Mencari Guru

INIMAHSANTRI - Peran guru dalam mempengaruhi kepribadian murid sangatlah besar. Sungguh, nasib kehidupan si murid di dunia maupun di akhirat benar-benar di tangan gurunya. Seorang murid yang berhasil mendapatkan guru yang ilmunya dapat dipertanggung-jawabkan, sholeh dhohir-batinnya, sungguh mendapatkan anugerah agung dari Allah swt.

Abuya Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki bersama Maulana Al Habib Luthfie bin Yahya

Di zaman kemajuan teknologi ini, semua informasi seakan mudah didapat. Maraknya jejaring internet dengan beragam media sosialnya semakin memanjakan masyarakat, tak terkecuali dalam usaha menuntut ilmu. Banyak situs web, halaman FB, dan Youtube yang menyuguhkan pengajian agama dengan berbagai tema. Bahkan, banyak juga orang-orang yang mendadak jadi ustadz sebab rajin membaca materi pengajian di dunia maya.

Untuk itu, pada kesempatan kali ini kami akan menyampaikan kriteria orang-orang yang layak dijadikan sebagai guru. Hal ini sangat penting difahami, mengingat jika seseorang sudah salah dalam memilih guru, maka hanya kesalahfahaman yang akan didapat.

Hadlrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari menerangkan beberapa kriteria seseorang yang layak diangkat menjadi guru, dalam kitab Adabul Alim wal Muta’allim hlm. 29, yaitu :

  • Benar-benar memahami ilmu yang diajarkannya, sehingga mudah dalam mengajar dan memahamkan ilmu kepada murid-muridnya.
  • Sangat menyayangi muridnya. 
  • Memiliki harga diri dan berwibawa.
  • Banyak berkunjung dan berkumpul dengan para ulama’ terpercaya di zamannya, bukan seorang yang hanya memahami ilmu agama dengan banyak membaca buku atau kitab.


Imam Syafi’i berkata :

مَنْ تَفَقَّهَ مِنْ بُطُوْنِ الْكِتَابِ ضَيَّعَ الْأَحْكَامَ

“Barangsiapa belajar dari lembaran-lembaran kitab saja, maka ia akan menyia-nyiakan hukum agama”.

Orang yang gemar membaca buku atau kitab saja, tanpa berada di bawah bimbingan guru, tidak layak dijadikan guru, apalagi yang hanya gemar membaca dari Syekh Geogle.

Imam Ibnu Sirin ra, juga berkata :

هٰذَا الْعِلْمُ دِيْنٌ، فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ

“Ilmu-ilmu ini adalah agama. Maka, lihatlah dari siapa kalian akan mengambil agamanya !”

Selain di atas, diantara kriteria guru adalah ilmunya dapat dipertanggung jawabkan sanadnya, yakni mata rantai ilmunya sampai kepada Rasulullah saw. Ia berguru dari gurunya, dan gurunya itu dari gurunya lagi, dan seterusnya sambung-menyambung sampai Rasulullah saw. Dan juga, ia diakui gurunya sebagai murid yang baik. Sebab, ada juga seseorang yang tidak diakui sebagai murid, meski berguru pada guru yang ilmunya mumpuni. Nah, seseorang yang demikian pun tidak layak diangkat menjadi guru.

Tentang pentingnya sanad ilmu ini, imam Ibnu Mubarok ra berkata :

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ، لَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad ilmu termasuk bagian agama. Seandainya tidak ada sanad ilmu, maka seseorang yang berkata sekehendak hatinya.”

Selidikilah terlebih dahulu orang yang akan kita angkat menjadi guru, apakah ilmu bersanad atau tidak. Kebanyakan ulama’ dari Pesantren memiliki sanad ilmu ini, bahkan tertulis dan diwariskan secara turun-temurun dari gurunya.

Yang terakhir, carilah guru yang gemar bersholawat, sebab banyak bersholawat ialah ciri dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dijanjikan Rasulullah saw masuk surga. Keterangan ini disampaikan oleh imam Zainal Abidin dan ditulis dalam kitab Irsyadul ‘Ibad halaman. 64.

Semoga kita dapat lebih selektif dalam mencari guru pembimbing dunia-akhirat kita.

Sumber: Tinta Santri

Tinta Santri: Nasionalisme dan Cinta Tanah Air

INIMAHSANTRI -Nasionalisme, dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri, atau diartikan sebagai semangat kebangsaan. Sebentar lagi, kita akan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72, yakni pada Kamis mendatang, 17 Agustus 2017 M. Momen harlah kemerdekaan ini harus menjadi momen untuk kembali menumbuhkan kembali nasionalisme dan cinta pada tanah air kita, Indonesia.


Saat ini, banyak oknum asing yang ingin menghancurkan Indonesia dengan berbagai macam propaganda. Banyak berita hoax yang bertebaran di dunia maya bertujuan untuk semakin menjauhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, mengadu domba antar ras, sekte atau agama. Memang, masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku dan agama, yang tentunya mudah dipecah-belah jika antar sesama mereka tidak memiliki rasa saling percaya, tidak merajut kerukunan, tidak merasa saling memiliki terhadap bumi pertiwi ini.

Untuk itu, dalam kesempatan ini kami akan menerangkan, bahwa nasionalisme dan cinta tanah air sebenarnya merupakan teladan Nabi Muhammad saw, sehingga dengan memiliki nasionalisme dan cinta tanah air, kita benar-benar telah mengikuti teladan beliau. Menurut kami, diantara dalil utama tentang nasionalisme dan cinta tanah air adalah Hadits yang ditulis dalam Shohih Bukhori yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra :

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ، وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا .

“Sesungguhnya Nabi saw jika pulang dari bepergian, lantas melihat tembok-tembok Madinah, maka beliau mempercepat laju hewan kendaraannya. Dan jika beliau di atas hewan kendaraan, maka beliau akan menggerak-gerakkan hewan tersebut karena kecintaannya pada Madinah.” (HR. Al Bukhori)

Dalam mensyarahi Hadits tersebut, imam Ibnu Hajar al-‘Asqolani dalam kitab Fathul Bari, Imam Abul ‘Ala al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, dan imam Badruddin Al-‘Aini dalam ‘Umdatul Qori, menerangkan dengan bahasa yang serupa :

وفي الحديث دلالة على فضل المدينة وعلى مشروعية حب الوطن والحنين إليه

“Di dalam Hadits di atas, terdapat dalil tentang keutamaan kota Madinah, tentang DISYARI’ATKANNYA CINTA TANAH AIR, dan rindu pada tanah air.”

Memiliki cinta tanah air juga merupakan wujud dan terima kasih kita kepada Allah atas karunianya yang berupa bumi pertiwi tempat kita berpijak dan bertempat tinggal ini. Jadi, bumi Indonesia termasuk harta karunia Allah kepada kita semua yang wajib kita jaga. Bahkan, Allah memberi pangkat syahid bagi seseorang yang gugur dalam mempertahankan hartanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ .

“Barangsiapa terbunuh karena membela hartanya, maka ia mati syahid.”
(HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi)

Cinta tanah air juga sebuah wujud terima-kasih kita kepada para pejuang dan pendiri bangsa yang sudah berkorban sampai titik darah penghabisan dalam merebut kemerdekaan ini. Seseorang yang tidak bersedia berterima-kasih pada sesama manusia, maka ia belum dianggap berterima-kasih kepada Allah swt. Rasulullah saw bersabda :

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ .

“Barangsiapa tidak berterima-kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Ahmad & Tirmidzi)

Cinta tanah air juga merupakan sarana untuk menjadikan negara kita aman dari perang saudara, maupun serangan dari orang asing. Sebab, dengan seseorang cinta kepada tanah airnya, maka ia akan cinta juga kepada para penduduknya, meski berbeda suku atau agama, akan saling percaya, dan akan saling bahu-membahu mempertahankan, melindungi dan memajukan bangsanya. Nabi Ibrahim as lebih dahulu berdo’a meminta keamanan negara sebelum meminta perlindungan keimanan. Disebutkan dalam surat Ibrohim ayat 35 :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ}]

“Dan (ingatlah) ketika Ibrohim berdo’a : ‘Wahai Tuhanku, jadikanlah negara ini aman, dan jauhkanlah aku serta anak-anakku dari menyembah berhala’.”

Tanpa keamanan sebuah negara, sangat sulit menggelar acara yang mensyi’arkan keimanan. Maka, keamanan sebuah negara merupakan sarana untuk menebar keimanan, dan cinta tanah air merupakan sarana mewujudkan keamanan negara. Maka, cinta tanah air juga dihukumi wajib, sebagaimana menebar keimanan juga dihukumi wajib, sebab masuk dalam cakupan kaidah fikih :

لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

“Sarana memiliki hukum yang sama dengan tujuannya.”
Beberapa keterangan di atas kiranya cukup untuk menguatkan hati kita, bahkan nasionasilme dan cinta tanah air itu termasuk ajaran agama yang diteladankan oleh Rasulullah saw. Namun, cinta tanah air memiliki beberapa konsekuensi yang harus dilaksanakan, diantaranya adalah :

Menaruh kepercayaan dan mendukung pemerintah. Tanpa adanya lembaga pemerintahan, mulai dari jajaran Presiden dan stafnya, jajaran TNI-POLRI, dan sebaginya, tidak akan mungkin kehidupan bangsa ini akan berjalan dengan baik. Bolehlah Presiden bergonta-ganti, namun lembaga pemerintahan harus didukung penuh. Jika ingin menasehati keputusan pemerintah yang dinilai melenceng, maka sampaikanlah dengan cara-cara yang baik.

Menutup aib bangsa, baik berupa kesalahan oknum pemerintah maupun sipil. Jangan sampai dengan mudahnya kita membeberkan kesalahan segelintir oknum, yang akan menyebabkan masyarakat luas semakin tidak percaya kepada lembaganya. Bahkan orang asing pun dengan mudahnya akan meremehkan bangsa kita, contohnya perbuatan korupsi yang dilakukan oknum dewan kita. Sebanyak apapun harta yang dikorupsi oknum kita sendiri, tetaplah masih lebih besar rempah-rempah dan hasil bumi yang dulu dirampas oleh bangsa penjajah.

Cinta Rupiah dan produk dalam negeri, yang akan menyebabkan nilai tukar Rupiah dan pertumbuhan ekonomi bangsa kita akan cepat meningkat.

Turut andil membangun bangsa dalam berbagai bidang, sesuai bakat masing-masing individu.

Semoga kita termasuk generasi bangsa yang tidak malu dihadapan para pejuang dan pendiri bangsa, termasuk generasi bangsa yang sanggup meneruskan perjuangan para beliau dengan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif. Amin.

Sumber: Tinta Santri
Editor: INIMAHSANTRI

Fashion

Sport

Hotels